Senin, 10 Mei 2010

SEKILAS PENDIDIKAN MENENGAH DI BUKITTINGGI

Ditulis Oleh Haslizen Hoesin

Mungkin para alumni siswa SMA Negeri di Bukittinggi tidak banyak yang mengetahui bahwa SMA I Lanbouw, SMA II Birugo dan SMA III Aua Kuniang awal sejarahnya di mulai di gedung “rumah baca” yang terletak di samping jalan Panorama dan Kantor Asisten Residen. Gedung ini balenggek (berlantai dua). Lantai bawah ruangan untuk belajar, lantai atas digunakan untuk rapat oleh pemerintah Belanda (Zulqayyum). Sekolah itu disebut Normal School (Sekolah Normal).

Sekolah Normal (Normal School) di Bukittinggi di dirikan melalui “decrite” pemerintah Belanda pada tanggal 1 April 1856. Dalam bahasa Belanda Sekolah Normal sebut Kweekschool (Sekolah Guru). Asisten residen Solok, Van Ophuijzen dipindahkan ke Bukittinggi bertugas sebagai pengawas umum Sekolah Normal tersebut, termasuk kurikulumnya. Kegiatan sehari-hari sekolah diawasi oleh kepala sekolah bernama Abdul Latif berasal dari Kotogadang (Gaves dan Azizah). Sekolah Normal didirikan untuk mengatasi pegawai Belanda.

Bila disebut Van Ophuijzen, sebagian besar orang akan kenal nama tersebut. Lewat sekolah ini Ophuijzen di bantu Abdul Latif mengembangkan tradisi keilmuan di Ranah Minang. Masih ingatkan anda dengan ejaan Van Ophuijzen, disinilah ejaan itu di munculkan dan dikembangkan. Sekarang kita kenal adalah ejaan yang popular disebut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Selanjutnya baca pada Bukik Ranah Ilmu, http//lizenh.wordpress.com

PESAN PAK SJAIFUL JAZAN DI TAHUN 73

Ditulis Oleh Haslizen dan Syaiful Abbas

Pendidikan

Pak Saiful lahir di Rejai tahun 1913, Tajungpinang. Pandidikan yang ditempuh, HIS di Tanjungpinang, MULO di Bukittinggi, PHS (Prins Hendrik School) di Jakarta. Di PHS ini bahasa pangantar disekolah bahasa Belanda, bahasa wajib Parancis dan Jerman.
Selesai pendidikan bekerja di Jakarta. Saat perang kemerdekaan pulang kekampung. Beliau sempat pula menyeludupkan senjata dari Singapore saat perang kemerdekaan.

Mengajar dan Semangat

Tahun 1949 Pak Sjaiful mengajar di SMA Pemuda Bukittinggi. Sekolah Pemuda ini lama pendidikannya lima tahun sesudah selesai Sekolah Rakyat (setara SD sekarang). Sekolah Pemuda itu setara dengan SMP + SMA. Berhenti mengajar di sekolah Pemuda tahun1954 karena sekolah tersebut bubar.

Sejak tahun 1954 sampai terjadi PRRI bekerja di Padang (perusahaan swasta). Sesudah PRRI sampai 1980 mengajar di SMA PSM dan SMA 1B. Pak Sjaiful tidak bisa diangkat jadi pegawai negeri, karena umur sudah melebihi 40 tahun, saat mendaftar pegawai negeri. Pak Sjaiful Jazan mengajar di SMA I Landbouw bahasa Jerman dan Prancis sebagai guru honorer.
Pada tahun 1972 pak Sjaiful mengikuti pelatihan bahasa Jerman di Guthe Institute Jakarta. Tahun 1980 melatih guru bahasa Jerman.

Sesuatu yang tidak dapat dipercaya bahwa pak Sjaiful bila mengajar ke SMA I Landbouw setiap hari berjalan kaki (dua kali) melitasi Ngarai Sianok. Penduduk Bukittinggi khususnya, kabupaten Agam pada umumnya, mengetahui bahwa jalan melintasi Ngarai itu melewati tangga naik-urun dan sebagian jalan mendaki-menurun. Sejak tahun 1980 bila pulang beliau tidak lagi melewati tangga dan jalan Ngarai, tapi naik angkot di depan Hotel Jogja. Ya, ya……., sungguh hebat semangat pak Sjaiful, patut diteladani.

Pak Sjaiful Jazan wafat 18 Juli 2006 pukul 02.00. Meninggalkan seorang istri asal Kotogadang, nama baliau Nurana dan tiga orang anak yaitu Qamaruzzaman (MT. Ir.), Khalilul Rahman (Prof. dr. SPM (K)) dan Khairul Husni (MBA).

Selanjutnya baca pada Bukik Ranah Ilmu, http://lizenhs.wordpress.com